BAB II
SEJARAH BEKAM
Hijamah/bekam/cupping/Blood
letting/kop/chantuk dan banyak istilah lainnya sudah dikenal sejak zaman dulu,
yaitu kerajaan Sumeria, kemudian terus berkembang sampai Babilonia, Mesir,
Saba, dan Persia. Pada zaman Rasulullah, beliau menggunakan kaca berupa cawan
atau mangkuk tinggi.
Pada zaman China kuno mereka menyebut hijamah sebagai
“perawatan tanduk” karena tanduk menggantikan kaca. Pada kurun abad ke-18 (abad
ke-13 Hijriyah), orang-orang di Eropa menggunakan lintah sebagai alat untuk
hijamah. Pada satu masa, 40 juta lintah diimpor ke negara Perancis untuk tujuan
itu. Lintah-lintah itu dilaparkan tanpa diberi makan. Jadi bila disangkutkan
pada tubuh manusia, dia akan terus menghisap darah tadi dengan efektif. Setelah
kenyang, ia tidak berupaya lagi untuk bergerak dan terus jatuh lantas
mengakhiri upacara hijamahnya.
Seorang herbalis Ge Hong
(281-341 M) dalam bukunya A Handbook of Prescriptions for Emergencies menggunakan
tanduk hewan untuk membekam/mengeluarkan bisul yang disebut tehnik “jiaofa”,
sedangkan di masa Dinasti Tang, bekam dipakai untuk mengobati TBC paru-paru .
Pada kurun abad ke-18 (abad ke-13 Hijriyah) , orang-orang di Eropa menggunakan
lintah (al ‘alaq) sebagai alat untuk bekam (dikenal dengan istilah Leech
Therapy) dan masih dipraktekkan sampai dengan sekarang. [11].
Kini pengobatan ini
dimodifikasi dengan sempurna dan mudah pemakaiannya sesuai dengan kaidah-kaidah
ilmiah dengan menggunakan suatu alat yang praktis dan efektif.Disebutkan oleh
Curtis N, J (2005), dalam artikel Management of Urinary tract Infections:
historical perspective and current strategies: Part 1-before antibiotics.
Journal of Urology. 173(1):21-26, January 2005. Bahwa catatan Textbook
Kedokteran tertua Ebers Papyrus yang ditulis sekitar tahun 1550 SM di Mesir
kuno menyebutkan masalah Bekam. [12].
Hippocrates (460-377 SM),
Celsus (53 SM-7 M), Aulus Cornelius Galen (200-300 M) memopulerkan cara
pembuangan secara langsung dari pembuluh darah untuk pengobatan di zamannya.
Dalam melakukan tehnik pengobatan tersebut, jumlah darah yang keluar cukup banyak,
sehingga tidak jarang pasien pingsan. Cara ini juga sering digunakan oleh orang
Romawi, Yunani, Byzantium dan Itali oleh para rahib yang meyakini akan
keberhasilan dan khasiatnya.[13].
Kapan Hijamah dikenal dan berkembang di
Indonesia?
Tidak ada catatan resmi
mengenai kapan metode ini masuk ke Indonesia, diduga kuat pengobatan ini masuk
seiring dengan masuknya para pedagang Gujarat dan Arab yang menyebarkan agama
Islam.[14]. Metode ini dulu banyak dipraktekkan oleh para
kyai dan santri yang mempelajarinya dari “kitab kuning” dengan tehnik yang
sangat sederhana yakni menggunakan api dari kain/kapas/kertas yang dibakar
untuk kemudian ditutup secepatnya dengan gelas/bekas botol. Waktu itu banyak
dimanfaatkan untuk mengobati keluhan sakit/pegal-pega di badan, dan sakit
kepala atau yang dikenal dengan istilah “masuk angin”.[15].
Tren pengobatan ini kembali
berkembang pesat di Indonesia sejak tahun 90-an terutama dibawa oleh para
mahasiswa/pekerja Indonesia yang pernah belajar di Malaysia, India dan Timur
Tengah. Kini pengobatan ini dimodifikasi dengan sempurna dan mudah pemakaiannya
sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah dengan menggunakan suatu alat yang higienis,
praktis dan efektif.[16].
Adakah Organisasi yang menaungi pembekam di
Indonesia?
Organisasi Bekam yang telah
menjalin kemitraan dengan Departemen Kesehatan Indonesia dalam hal ini berada
di bawah Direktorat Pelayanan Kesehatan Tradisional yang menginduk di Dirjen
Bina Kesehatan Ibu dan Anak adalah Asosiasi Bekam Indonesia. Organisasi Bekam yang telah menjalin
kemitraan dengan Departemen Kesehatan Indonesia dalam hal ini berada di bawah
Direktorat Pelayanan Kesehatan Tradisional yang menginduk di Dirjen Bina
Kesehatan Ibu dan Anak adalah Asosiasi Bekam Indonesia
Berikut ini kutipan dari Buku Pedoman
Sertifikasi Asosiasi Bekam Indonesia
Berdirinya Asosiasi Bekam
Indonesia (ABI) adalah suatu keharusan yang wajib didukung oleh setiap warga
Indonesia apapun status sosialnya yang telah didirikan pada 10 Nopember 2007
dengan proses perjuangan yang cukup melelahkan dan kesabaran yang tinggi, dan
pada tanggal 20 Juni 2008 ABI telah dikukuhkan dengan Akte Notaris Ummu Imamah,
SH. No.2.
Berbagai upaya telah
dilakukan agar peran ABI dapat dirasakan oleh masyarakat, maka untuk pertama
kali Asosiasi Bekam Indonesia (ABI) mengadakan Rakernas ke-1 di Hotel Bumi
Wiyata Depok pada Tanggal 24-25 Sya’ban 1429 H / 26-27 Agustus 2008 M yang
Alhamdulillah dihadiri lebih dari 250 peserta dari berbagai utusan daerah.
Dengan didasari kesungguhan
dan ketulusan hati maka Rakernas ABI ke 1 bertemakan: “Bersama Menghidupkan
Sunnah Melayani Ummat Menuju Indonesia Sehat Jiwa dan Raga”, acara Rakernas ABI
dibuka oleh Dirjen Bina Kesehatan Komunitas DEPKES RI. Dr. Bambang Sardjono,
MPH., Dalam sambutannya mengatakan bahwa ”Peran asosiasi atau organisasi
profesi pengobatan tradisional seperti ABI diharapkan dapat membantu pemerintah
dalam meningkatkan kesehatan masyarakat menuju Indonesia sehat 2010”. Sejalan
dengan tema Rakernas ABI pada sesi Pembekalan yang disampaikan oleh Ust. H.
Abdul Fattah seorang pemerhati/praktisi Pengobatan Nabi (Ath-Thibbun Nabawi)
mengatakan dengan mengutip sambutan Presiden RI pada Kongres Umat Islam IV
tahun 2005 “Ummat Islam harus cerdas memanfaatkan potensi besar yang ada dalam
ajarannya, untuk merespon perubahan zaman”. Dan Saatnya Dunia Berubah yang
dikutip dari judul buku DR.Dr.Siti Fadilah Supari, SP.JP (K) menteri Kesehatan
RI., maka apabila pemerintah menyadari dan memanfaatkan potensi ummat Islam
untuk mengatasi kegagalan yang sangat mendasar yang menjadi program prioritas
di pelbagai negara yaitu Pendidikan dan Kesehatan. Maka kelahiran ABI merupakan
tonggak sejarah yang harus terukir kembali sebagai sumbangsih ummat Islam untuk
ikut berperan dalam membantu program pemerintah Menuju Indonesia Sehat 2010.
ABI merupakan wadah para
praktisi dan pengobatan bekam dari berbagai pelosok bumi Nusantara yang mandiri
dan telah berperan aktif untuk menyehatkan bangsa, ini sejalan dengan Visi
Departemen Kesehatan “Masyarakat mandiri untuk hidup sehat“ dengan Misi
“Membuat Rakyat Sehat“ maka tentunya apabila Asosiasi Bekam Indonesia dijadikan
pilihan handal dalam mensukseskan program pemerintah, adalah suatu hal yang
tidak mustahil “Indonesia sehat 2020” insya Allah akan dapat dicapai sebelum
tahun 2020.
Akselerasi penyehatan
bangsa bersama sunnah diwujudkan dengan meningkatkan qualitas sumber daya
manusia (SDM) dengan memberikan pelatihan kepada setiap anggotanya dengan
berbagai disiplin ilmu kesehatan secara holistic yang telah dicanangkan oleh
WHO “Health is a complete state of Physical, Mental, Social well being and not
merely the absence of disease or infirmity”. Atau menurut Undang-Undang RI No.
9 tahun 1960 : “Sehat atau kesehatan adalah keadaan meliputi kesehatan
Badan (Jasmani), Rohani (mental), sosial (moral) dan bukan hanya keadaan bebas
dari penyakit cacat atau lemah”.
Pada sesi pembekalan yang
ke 2 Prof.DR.dr. Dede Kusmana yang juga sebagai penasehat ABI, mengatakan bahwa
Penyakit Jantung adalah pembunuh no. 1 di dunia dan di Indonesia, salah satu
penyebab utama adalah kebiasaan merokok, maka bisa jadi penyakit kronis yang
dalam dunia medis tidak mampu ditangani, maka dengan bekam yang merupakan
pengeluaran darah dari permukaan kulit dan senyawa-senyawa toxin pada tubuh
manusia sehingga tubuh akan memberikan reaksi balik yang positif untuk
meningkatkan kekebalan.
Subhannallah.. Allahu
Akbar, Rakernas ABI ke 1 ini mendapatkan respon yang luar biasa tidak hanya di
kalangan praktisi dan para pengobat bekam saja yang hadir, akan tetapi lebih
dari 27 orang para medis/para dokter dari pelbagai wilayah Indonesia juga hadir
untuk memberikan dukungan dan saran-saran inovatif, sehingga ABI akan dapat
diterima dari berbagai disipilin ilmu, kalangan dan masyarakat, yang pada
akhirnya ABI menjadi pilihan utama sebagai metode pengobatan alami.
Rakernas ditutup dengan
tausiyah yang disampaikan oleh ustadz. H.Muhammad Arifin Ilham yang menekankan
bahwa ABI adalah merupakan sarana/ladang kita untuk berda’wah, jadikanlah
apapun keahlian yang kita miliki sebagai daya tarik dan bukan daya tarif.
Karena pengobatan ini merupakan pengobatan utama yang dibawa oleh Rasulullah
SAW, maka seyogyanya para pengamal/penterapi mengikuti suri tauladan dan akhlaq
Nabi kita Muhammad SAW. Sehingga dalam menghidupkan sunnah Rasulullah SAW tidak
ada lagi saling menjatuhkan atau menjelekkan sesama para penterapi.
Dengan mengutip firman
Allah: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri“ (Ar-a’d: 11). Mari “ibda
binafsik“ mulai dari diri kita, saudara kita, lingkungan kita dan bangsa kita
untuk melakukan perubahan, perubahan kepada konsep-konsep ilahiyah yang
penjabarannya telah dicontohkan melalui sunnah nabi Muhammad SAW.
Meningkatnya para
pengobatan Bekam yang lahir atas dasar kesadaran untuk membantu sesama ini
perlu memperoleh dukungan, pembinaan dan perlindungan serta pengawasan sehingga
jangan sampai niat yang suci ini menjadi malapetaka buat si pembekam
(penterapi) ataupun yang dibekam (pasien), untuk itulah perlu adanya
standarisasi dalam metode pembekaman yang kita sebut dengan Standar Pelayanan
Operasional Bekam (SPOB). Buku ini disusun untuk menjadi panduan anggota ABI
dimanapun berada sehingga tindakan-tindakan yang dilakukan menjadi terarah dan
dapat meminimalkan tingkat resiko. Semoga ALLAH SWT membimbing dan melindungi
kita semua, mari satukan langkah dan lurusakan niat untuk satu tujuan yaitu
Mardhotillah.. untuk mengharapkan keridho-NYA… Amiiin! [17]
Belum ada tanggapan untuk "SEJARAH BEKAM, BEKAM SOLUSI ALTERNATIF BAGI KITA"
Post a Comment